Beranda | Artikel
Prinsip Dasar dan Hakikat Ketakwaan
21 jam lalu

Prinsip Dasar dan Hakikat Ketakwaan adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Shahih Jami’ Ash-Shaghir. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Emha Hasan Ayatullah pada Kamis, 27 Jumadil Akhir 1447 H / 18 Desember 2025 M.

Kajian Islam Tentang Prinsip Dasar dan Hakikat Ketakwaan

“Bagaimana seseorang menjadi bertakwa jika ia tidak mengetahui bagaimana cara bertakwa yang baik.”

Ketakwaan tidak hanya sekadar memperbanyak ibadah secara kuantitas. Akar ketakwaan terletak pada hati yang lurus dan pemurnian penghambaan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala , tanpa mencampuradukkannya dengan kesyirikan. Mengenai hal ini, Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘Anhu menjelaskan karakteristik orang yang bertakwa:

“Orang yang paling bertakwa adalah kaum yang menjauhi kesyirikan dan penyembahan berhala, serta memurnikan ibadah hanya untuk Allah.”

Seseorang yang tampak rajin beribadah dan bersikap sopan kepada manusia, namun hatinya belum memurnikan ibadah atau masih menyekutukan Allah Azza wa Jalla , maka ia belum mencapai hakikat ketakwaan yang sebenarnya. Syariat Islam mengajarkan penganutnya untuk menjadi sosok yang ideal, yaitu menjadi umatan wasatha (umat yang berada di tengah).

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا…

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan (umat yang berada di tengah).” (QS. Al-Baqarah [2]: 143)

Umat yang ideal tidak bersikap ekstrem, baik dalam bentuk jalur keras yang kaku maupun jalur lemah yang menyepelekan aturan agama. Kedua sikap tersebut dinilai buruk. Dalam Islam ada aturannya. Orang yang paling bertakwa adalah yang paling mengerti bagaimana Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Ketakwaan Adalah Mengikuti Sunnah

Dahulu, terdapat sebagian sahabat yang berinisiatif meningkatkan ibadah berdasarkan pemahaman pribadi agar bisa lebih rajin daripada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka mengira ibadah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam biasa saja karena dosa-dosa beliau sudah diampuni. Namun, beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menegur sikap tersebut dan menegaskan bahwa cara bertakwa yang benar adalah dengan mengikuti beliau.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

“Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut dan paling bertakwa kepada Allah di antara kalian. Namun, aku berpuasa dan aku juga berbuka, aku shalat malam dan aku juga tidur, serta aku pun menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, orang yang paling bertakwa adalah orang yang paling mengenal sunnah. Thalq bin Habib Rahimahullah memberikan definisi ketakwaan yang memadukan antara ikhlas dan mengikuti petunjuk Nabi:

التَّقْوَى أَنْ تَعْمَلَ بِطَاعَةِ اللهِ عَلَى نُورٍ مِنَ اللهِ تَرْجُو ثَوَابَ اللهِ، وَأَنْ تَتْرُكَ مَعْصِيَةَ اللهِ عَلَى نُورٍ مِنَ اللهِ تَخَافُ عِقَابَ اللهِ

“Takwa adalah engkau beramal dalam ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya (petunjuk) dari Allah dengan mengharap pahala dari Allah, dan engkau meninggalkan kemaksiatan kepada Allah berdasarkan cahaya (petunjuk) dari Allah karena takut akan siksaan Allah.”

Pada pengertian ini, lengkap antara ikhlas dan sunnah, menghamba dan juga mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Inilah ketakwaan yang dipahami oleh para ulama.

Standar Kesuksesan Sejati

Jika di dunia saat ini banyak orang berfokus pada akreditasi atau standarisasi untuk mendapatkan pengakuan legalitas, maka bagi umat akhir zaman, standarisasi yang paling utama adalah ketakwaan. Persiapan untuk kehidupan akhirat yang jauh lebih panjang membutuhkan contoh dari orang-orang yang telah sukses dalam beragama.

Seseorang perlu berbenah dan melakukan studi banding dengan mengikuti cara hidup orang-orang yang telah mendapatkan pengakuan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Standar ketakwaan bukan berasal dari pengakuan manusia, melainkan pengakuan dari Allah Azza wa Jalla. Pengakuan pribadi, guru, atau masyarakat tentang tingkat ketakwaan seseorang tidaklah menjadi ukuran, karena hanya Allah yang berhak memberikan penilaian tersebut.

Hadits Tentang Takwa

Hadits ke-98 diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Ath-Thayalisi, serta tercantum dalam Sunan Abi Dawud dari sahabat Jabir bin Sulaim Al-Hujaimi Radhiyallahu ‘Anhu. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan wasiat yang mencakup berbagai dimensi akhlak seorang Muslim.

1. Menghargai Kebaikan Kecil

    Prinsip pertama yang ditekankan adalah ketakwaan dan penghargaan terhadap setiap amal saleh. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

    اتَّقِ اللَّهَ وَلَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تُفْرِغَ مِنْ دَلْوِكَ فِي إِنَاءِ الْمُسْتَسْقِي وَأَنْ تَلْقَى أَخَاكَ وَوَجْهُكَ إِلَيْهِ مُنْبَسِطٌ

    “Bertakwalah kepada Allah dan janganlah engkau meremehkan kebaikan sekecil apa pun, meskipun sekadar menuangkan air dari embermu ke dalam wadah orang yang meminta air, atau bertemu saudaramu dengan wajah yang berseri-seri.”

    Kebaikan tidak selalu harus dalam bentuk yang besar. Sikap ramah dan membantu sesama dalam hal sederhana adalah bagian dari cabang keimanan yang tidak boleh diabaikan.

    2. Larangan Isbal dan Hakikat Kesombongan

      Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan peringatan khusus bagi laki-laki mengenai cara berpakaian:

      وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الْإِزَارِ فَإِنَّ إِسْبَالَ الْإِزَارِ مِنَ الْمَخِيلَةِ وَلَا يُحِبُّهَا اللَّهُ

      “Hati-hatilah engkau, jangan menjuntaikan kain di bawah mata kaki (isbal), karena menjuntaikan kain itu termasuk kesombongan dan Allah tidak menyukainya.”

      Isbal adalah tindakan mengenakan pakaian bawahan—seperti sarung, jubah, atau celana—hingga menutupi mata kaki. Dalam hadits lain disebutkan ancaman bagi pelakunya:

      مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِي النَّارِ

      “Kain yang berada di bawah kedua mata kaki tempatnya adalah di neraka.” (HR. Bukhari)

      Berdasarkan hadits ini, isbal itu sendiri merupakan bentuk kesombongan, terlepas dari apakah pelakunya merasa sombong atau tidak. Ada kesalahpahaman di tengah masyarakat yang membolehkan isbal selama tidak berniat sombong, dengan merujuk pada kasus Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu. Namun, kondisi Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu sangat berbeda. Beliau memiliki postur tubuh yang kurus sehingga sarungnya sering melorot secara tidak sengaja, dan beliau selalu berusaha menjaganya agar tetap di atas mata kaki.

      Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan pengecualian kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu karena beliau sudah berusaha maksimal dan tidak menyengaja hal tersebut. Hal ini berbeda dengan orang yang sengaja memanjangkan pakaiannya melampaui mata kaki. Ketentuan ini berlaku umum untuk segala jenis pakaian bawahan laki-laki, karena izar (sarung) merupakan pakaian yang umum dikenakan pada masa itu.

      3. Adab Menghadapi Celaan

        Wasiat selanjutnya berkaitan dengan pengendalian diri saat menghadapi gangguan lisan dari orang lain. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

        وإنِ امْرُؤٌ شَتَمَكَ وعَيَّرَكَ بِأمْرٍ لَيْسَ هُوَ فِيكَ فَلَا تُعَيِّرْهُ بِأمْرٍ هُوَ فِيهِ ودَعْهُ يَكُونُ وَبَالُهُ عَلَيْه وأجْرُهُ لَكَ وَلَا تَسُبَّنَّ أحَداً

        “Dan jika seseorang mencela serta menghinamu dengan sesuatu yang tidak ada pada dirimu, maka janganlah engkau balas menghinanya dengan sesuatu yang memang ada pada dirinya. Biarkanlah dia, karena akibat buruknya akan menimpa dirinya sendiri, sedangkan pahalanya untukmu, dan janganlah sekali-kali engkau mencela seorang pun.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Hibban)

        Seorang Muslim yang bertakwa harus memiliki cerminan akhlak yang berbeda. Orang yang sudah mengenal agama, rajin shalat, dan menuntut ilmu, tidak pantas memiliki perangai yang sama dengan orang yang tidak mengenal agama.

        Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian lengkapnya.

        Download MP3 Kajian

        Mari turut membagikan link download kajian “Prinsip Dasar dan Hakikat Ketakwaan” yang penuh manfaat ini ke jejaring sosial Facebook, Twitter atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pembuka pintu kebaikan bagi kita semua. Jazakumullahu Khairan.

        Telegram: t.me/rodjaofficial
        Facebook: facebook.com/radiorodja
        Twitter: twitter.com/radiorodja
        Instagram: instagram.com/radiorodja
        Website: www.radiorodja.com

        Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :

        Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
        Twitter: twitter.com/rodjatv
        Instagram: instagram.com/rodjatv
        Website: www.rodja.tv


        Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55905-prinsip-dasar-dan-hakikat-ketakwaan/